Tadi
pagi aku melewati jalan ini. Wangi itu masih sama. kemarinpun aku melewati
jalan ini. Wanginya pun sama. dan kemarin lusa aku melewati jalan ini. Wanginya
pun masih sama.setidaknya itu berlaku sejak kurang lebih satu tahun yang lalu.
Aku mencium lara, aku mencium tawa, aku mencium sakiit, aku mencium nafas-nafas
perjuangan yang hampir tersenggal, aku mencium lirih, aku mencium perih, aku
mencium cinta, tapi aku mencium duka. Wangi yang berbeda dari sebuah hal yang
sama. kehidupan.
Dulu,
ketika aku masih berlindung di rumah putihku yang luas itu, wanginya pun hampir
sama, hanya saja kekentalan dari aroma keserakahan lebih besar. Aku dibuat
bingung oleh topeng-topeng berguratan halus itu, aku bahkan tak bisa
membayangkan kasarnya wajah dibelakang topeng. Aku harus bagaimana? Aku pernah
berbincang pada diriku.
Aku :
“Bagaimana mungkin aku bisa percaya apa yang tidak bisa aku lihat, sementara
tak henti-hentinya wanita itu menyebutkan hal itu. Hal yang begitu kejam.”
Diriku:
“Sebelum aku jawab, saya ingin bertanya ‘siapa Tuhanmu?’
Aku :
“Allah”
Diriku
: ”Bagaimana kamu bisa mempercayai Tuhan yang selama ini kamu percayai,
sementara kamu belum pernah melihat, menyentuh-Nya?”
Aku :
“Aku tidak melihat-Nya secara kasat mata tapi mampu melihat berbagai kekuasaan-Nya,
dan Dia mampu melihatku, serta Dia dekat, aku tak menyentuh-Nya, tapi Dia
menyentuhku dengan nikmat-nikmat-Nya, dan aku selalu berbicara dengan-Nya lewat
shalat, dan doa.”
Diriku
: “Lalu apa yang membuat hal yang dibicarakan wanita itu menjadi tak bisa
dipercaya?”
Aku :
“Kali ini kau benar, dia memang tak bisa ku lihat tapi dia dekat, tak bisa ku
sentuh tapi dia bisa menyentuhku dengan godaannya, dan dia selalu berbicara
kepadaku lewat bisikan”
Diriku
: “Lalu apa lagi yang kau pertimbangkan?”
Aku :
“Aku masih tak percaya pada topeng berguratan halus yang memncekik leher wanita
itu”
Diriku
: “ Kita mana tahu, tapi Allah Maha Tahu, percayalah bahwa kebenaran tidak akan
selamanya terkontaminasi oleh kebohongan yang terlihat benar”
Aku :
“Aku mulai mengeluhkan umurku”
Diriku
: “Semua orang pasti bertambah tua”
Aku :
“Bukan itu, tapii semakin aku tumbuh, berita-berita lain yang sejenis dapat
kudengar dengan mudah, seperti memang sengaja membiarkan ku tahu. Sementara
wanita itu adalah ibuku. Bagaimana mungkin aku menyangkal cerita itu? Sementara
itu memang sulit untuk dipercaya.”
Bahkan
musuh sekalipun bisa berubah menjadi teman. Kenapa teman tidak bisa jadi musuh?
Sampai saat ini, itulah yang selalu terbenak. Aku menenggelamkan seluruh
kepenatanku tentang itu.
Kini
aku bicara teringat sahabat. Ada yang bilang temanmu saat ini menentuka temanmu
di tiga tahun mendatang. Sepertinya itu benar. Aku mencium jalan yang hitam,
seolah ada larutan dengan kepekatan tingkat tinggi di dalamnya, aku hampir
terperosok kedalamnya, seandainya tak ada tangan-tangan yang menggenggamku dan
menarikku. Sekarang aku pun berjalan normal lagi di jalan ini, tapi jalan itu
hampir tak bisa aku lupa. Bahkan seorang teman bisa menjerumuskan kita tanpa
memaksa kita melewati jalan hitam itu, beruntung aku punya teman baik yang
menyelamatkanku.
Aku :
“Bagaimana mungkin manusia bisa tidak menggunakan hatinya?”
Diriku
: “Mudah. Karena manusia punya nafsu”