Senin, 22 April 2013

Aku Melewati Jalan Ini


Tadi pagi aku melewati jalan ini. Wangi itu masih sama. kemarinpun aku melewati jalan ini. Wanginya pun sama. dan kemarin lusa aku melewati jalan ini. Wanginya pun masih sama.setidaknya itu berlaku sejak kurang lebih satu tahun yang lalu. Aku mencium lara, aku mencium tawa, aku mencium sakiit, aku mencium nafas-nafas perjuangan yang hampir tersenggal, aku mencium lirih, aku mencium perih, aku mencium cinta, tapi aku mencium duka. Wangi yang berbeda dari sebuah hal yang sama. kehidupan.
Dulu, ketika aku masih berlindung di rumah putihku yang luas itu, wanginya pun hampir sama, hanya saja kekentalan dari aroma keserakahan lebih besar. Aku dibuat bingung oleh topeng-topeng berguratan halus itu, aku bahkan tak bisa membayangkan kasarnya wajah dibelakang topeng. Aku harus bagaimana? Aku pernah berbincang pada diriku.
Aku : “Bagaimana mungkin aku bisa percaya apa yang tidak bisa aku lihat, sementara tak henti-hentinya wanita itu menyebutkan hal itu. Hal yang begitu kejam.”
Diriku: “Sebelum aku jawab, saya ingin bertanya ‘siapa Tuhanmu?’
Aku : “Allah”
Diriku : ”Bagaimana kamu bisa mempercayai Tuhan yang selama ini kamu percayai, sementara kamu belum pernah melihat, menyentuh-Nya?”
Aku : “Aku tidak melihat-Nya secara kasat mata tapi mampu melihat berbagai kekuasaan-Nya, dan Dia mampu melihatku, serta Dia dekat, aku tak menyentuh-Nya, tapi Dia menyentuhku dengan nikmat-nikmat-Nya, dan aku selalu berbicara dengan-Nya lewat shalat, dan doa.”
Diriku : “Lalu apa yang membuat hal yang dibicarakan wanita itu menjadi tak bisa dipercaya?”
Aku : “Kali ini kau benar, dia memang tak bisa ku lihat tapi dia dekat, tak bisa ku sentuh tapi dia bisa menyentuhku dengan godaannya, dan dia selalu berbicara kepadaku lewat bisikan”
Diriku : “Lalu apa lagi yang kau pertimbangkan?”
Aku : “Aku masih tak percaya pada topeng berguratan halus yang memncekik leher wanita itu”
Diriku : “ Kita mana tahu, tapi Allah Maha Tahu, percayalah bahwa kebenaran tidak akan selamanya terkontaminasi oleh kebohongan yang terlihat benar”
Aku : “Aku mulai mengeluhkan umurku”
Diriku : “Semua orang pasti bertambah tua”
Aku : “Bukan itu, tapii semakin aku tumbuh, berita-berita lain yang sejenis dapat kudengar dengan mudah, seperti memang sengaja membiarkan ku tahu. Sementara wanita itu adalah ibuku. Bagaimana mungkin aku menyangkal cerita itu? Sementara itu memang sulit untuk dipercaya.”
Bahkan musuh sekalipun bisa berubah menjadi teman. Kenapa teman tidak bisa jadi musuh? Sampai saat ini, itulah yang selalu terbenak. Aku menenggelamkan seluruh kepenatanku tentang itu.
Kini aku bicara teringat sahabat. Ada yang bilang temanmu saat ini menentuka temanmu di tiga tahun mendatang. Sepertinya itu benar. Aku mencium jalan yang hitam, seolah ada larutan dengan kepekatan tingkat tinggi di dalamnya, aku hampir terperosok kedalamnya, seandainya tak ada tangan-tangan yang menggenggamku dan menarikku. Sekarang aku pun berjalan normal lagi di jalan ini, tapi jalan itu hampir tak bisa aku lupa. Bahkan seorang teman bisa menjerumuskan kita tanpa memaksa kita melewati jalan hitam itu, beruntung aku punya teman baik yang menyelamatkanku.
Aku : “Bagaimana mungkin manusia bisa tidak menggunakan hatinya?”
Diriku : “Mudah. Karena manusia punya nafsu”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar